Seri Tokoh Reformasi: JOHN CALVIN

Senin, 26 Januari 2015
Seri Tokoh Reformasi: JOHN CALVIN (1509-1564)

John Calvin lahir pada 10 Juni 1509 di di Noyon, Perancis di dalam sepasang suami istri Gérard Cauvin (ayah) dan Jeanne Lefranc (ibu). Ayahnya, Gérard Cauvin, merupakan seorang sekretaris dari Bishop dan penguasa dari Katedral. Ibunya, Lefranc, meninggang ketika Calvin masih muda, adalah seorang yang saleh. Dalam kehidupannya, Calvin adalah seorang sarjana, teolog, dan pengkhotbah, dan juga negarawan eklesiastikal (gereja), ia menunjukkan perhatian yang besar terhadap politik di sepanjang hidupnya. Minat politik ini tampak jelas bahkan sebelum dia bertobat (tampaknya terjadi sekitar 1533-34), seperti yang bisa kita amat dalam tulisannya, Commentary on Seneca’s De Clementia yang terbit tahun 1532.
Berbagai pemikiran teologia yang mempengaruhi pemikiran John Calvin tidak boleh dilepaskan dari latar belakang pendidikan John Calvin yang dididik dibawah berbagai tokoh-tokoh humanis yang menonjol. Ketika berumur empat belas tahun, pada tahun 1523, Calvin belajar di Paris. Sekolah pertama yang dia nikmati adalah College de la Marche. Di tempat ini Calvin belajar mengenai bahasa Latin dibawah bimbingan Mathuin Corbier yang termasyur pada saat itu. Kemudian Calvin pindah ke salah satu sekolah ortodox konservatif yang pernah dikunjungi tokoh-tokoh besar di abad 16 seperti Erasmus dan Ignatius Loyola, yaitu College de Montaigu. Di dalam perjalanan pendidikannya, John Calvin pernah dipengaruhi oleh John Mayor dalam sistem epistemologi realis (scientia practia), yang mana John Mayor sendiri mempelajarinya dari Duns Scotus, yang membuat John Calvin mementingkan hal praktis dari seluruh pemikiran dan tindakan Calvin. Melalui sistem epistemologi ini, bagi Calvin seluruh ilmu harus dapat diterapkan di dalam realita. Melalui didikan John Mayor, Calvin juga dipengaruhi dalam pemikiran bahwa dalam organisasi gereja yang sesungguhnya bahwa Paus berada di bawah konstitusi/ konsili gereja dengan asumsi dasar bahwa hukum konstitusional adalah bagi kesejahteraan rakyat ketimbang bagi kesenangan para penguasa.
Kemudian ayah Calvin memutuskan agar Calvin lebih baik belajar hukum daripada menghabiskan waktu untuk belajar menjadi seorang imam. Ayah Calvin mengirimnya untuk belajar di dua universitas hukum. Pertama di Universitas Orelans sekitar tahun 1528. Di universitas ini Calvin dididik di bawah Pierre de I’Etoile yang pernah disebutkan oleh Beza sebagai seorang penasihat hukum yang paling cermat bagi semua dokor di Perancis. Kemudian Calvin pindah ke Universitas Bourges dan mengikuti kuliah-kuliah yang dibawakan oleh Andrea Alciati, seorang sarjana hukum yang berasal dari Italia. Di Univeritas Bourges Calvin diajarkan karya Justinianus, Pandecta sehingga dalam kasus Servetus, Calvin menyetujui hukuman mati Servetus dengan cara dibakar karena Calvin memahami betul kode Justinianus yang masih berlaku di Jenewa saat itu.
Mengenai Konsep dua kerajaan, Calvin dipengaruhi oleh prinsip Martin Luther, namun bagi Calvin pemerintahan dipandang lebih bernilai positif, pemerintahan merupakan kebutuhan dari manusia bukan sesuatu yang bernilai negatif/ neccesary evil.
Pada tahun 1536 dia mengunjungi Jenewa, tempat paham Protestan dengan cepat berkembang dan menjadi kuat. Oleh Farrel, dia minta tinggal di sana sebagai guru dan pemuka masyarakat Protestan. Semula Calvin menolak, tetapi Farrel mengancam dan akan mengkutuk John Calvin jikalau dia menolak. Tetapi, pertentangan segera timbul antara pihak pendukung Calvin dan otoritas Jenewa. Tahun 1538 dia dipaksa meninggalkan kota itu. Karena krisis kepemimpinan, di tahun 1541 sembari memohon, orang-orang Jenewa meminta untuk Calvin kembali ke sana.
Di bawah kepemimpinan Calvin, Jenewa menjadi pusat Protestan yang menonjol di Eropa. Calvin dengan gigih mencoba mendorong kemajuan dan pertumbuhan Protestan di negeri-negeri lain, khusus di Perancis, dan ada sementara waktu Jenewa dijuluki “Romanya Protestant”. Beberapa teolog besar seperti: John Knox dari Inggris, Theodore Beza, dan masih banyak teolog lain yang menyebar diseluruh jajaran Eropa. Bukan cuma perzinahan dan hubungan bebas dianggap kejahatan berat, tetapi juga judi, mabuk dan dansa serta nyanyi lagu-lagu ngelantur semuanya terlarang dan bisa mengakibatkan jatuhnya hukuman berat. Kunjungan ke gereja pada jam-jam yang diatur oleh acara merupakan perintah hukum dan panjangnya khotbah sudah menjadi kebiasaan. Calvin sangat mendorong ketekunan kerja. Dia juga mengobarkan semangat belajar. Dalam masa pemerintahannyalah Universitas Jenewa didirikan.
John Calvin berniat menikah untuk menunjukkan sikap positifnya terhadap pernikahan daripada kehidupan selibat. Ia meminta teman-temannya menolongnya mencarikan seorang perempuan yang “sederhana, taat, tidak sombong, tidak boros, sabar, dan bisa merawat kesehatan saya.” Pada 1539 ia menikah dengan Idelette de Bure, janda seseorang yang dulunya anggota Anabaptis di Strasbourg. Idelette mempunyai seorang anak laki-laki dan perempuan dari almarhum suaminya. Namun hanya anak perempuannya yang pindah bersamanya ke Jenewa. Pada 1542, suami-istri Calvin mendapatkan seorang anak laki-laki yang dua minggu kemudian meninggal dunia. Idelette Calvin meninggal pada 1549. Calvin menulis bahwa istrinya telah banyak menolongnya dalam pelayanan gerejanya, tidak pernah menghalangi, tidak pernah menyusahkannya dengan urusan anak-anaknya dan berjiwa besar.
Calvin sudah memberi sumbangan pengaruh besar kepada dunia. Doktrin teologinya akhirnya merebut pendukung lebih banyak ketimbang yang diperoleh Luther. Meskipun daerah Jerman bagian utara dan Skandinavia merupakan daerah kaum Lutheran yang berakar, tetapi Swiss dan negeri Belanda menjadi daerah Calvinis. Ada sebagian kecil penganut Calvin di Polandia, Hongaria dan Jerman. Kaum Presbytarian di Skotlandia adalah Calvinis, seperti halnya orang-orang Huguenot di Perancis dan kaum Puritan di Inggris. Pengaruh Puritan di Amerika, tentu saja, cukup kuat dan bertahan lama.

Adapun gagasan Calvin yang sangat penting dalam terjadinya reformasi protestan adalah pemikirannya tentang takdir. Menurutnya, nasib semua manusia ditentukan oleh Tuhan. Jadi tak ada yang bisa mengubahnya, sekalipun itu pastor. Jadi bisa kita ibaratkan bahwa pemikiran Calvin tentang takdir menganggap manusia sebagai wayang dan Tuhan sebagai dalang.

Calvin juga membenarkan adanya 'dosa warisan' yang sebelumnya menjadi pemikiran Agustinus. Konsep takdir Agustinus mempengaruhi Calvin sehingga memilik asumsi bahwa setiap manusia yang terlahir di dunia ini membawa dosa bawaan akibat Adam. Meski demikian, Calvin berpendapat bahwa manusia bisa menghilangkan semua dosa tersebut bila ia mau berbuat baik pada sesama dan senantiasa beribadah pada Tuhan.

Manusia juga harus bisa menahan nafsu binatangnya. Namun menjadi seorang biarawan atau biarawati bukanlah hal yang tepat baginya. Bagi Calvin, kehidupan sehari-hari adalah sarana yang paling tepat dalam mengontrol dan menahan nafsu binatang yang melekat pada diri manusia. Dengan begitu, setiap orang yang beragama Kristen bisa menjadi pastor dalam hidupnya sehari-hari dan juga keluarganya.

Menurut Calvin, ada satu dosa lagi yang harus dihindari oleh manusia yaitu menyia-nyiakan waktu. Gagasan Calvin yang satu ini tak terlepas dari pemikiran Weber yang menyebutkan : "Pemborosan waktu merupakan dosa yang paling besar. Pemborosan waktu dalam pergaulan sosial, melakukan hal sia-sia, foya-foya, bicara tak tentu arah, bahkan melakukan tidur berlebihan (kecuali dalam rangka menyehatkan diri). Semua dikutuk oleh Tuhan dan menjadi sebuah dosa moralitas yang tak bisa diampuni". Asketisme Protestan yang diusung oleh John Calvin inilah yang menjadi hal yang menjunjung tinggi rasionalitas dan juga efisiensi.  Calvin juga sependapat dengan Luther tentang penghapusan sakramen suci gereja karena bisa membodohkan umat manusia. Dengan begitu, manusia akan memiliki posisi langsung dengan Tuhan tanpa perantara Paus ataupun pastor.

Demikianlah beberapa hal yang bisa anda ketahui tentang Pemikiran John Calvin yang berperan besar dalam reformasi gereja. Semoga hal ini bisa bermanfaat untuk Anda.
Sumber:
• Kelly, Douglas F. Munculnya Kemerdekaan Di Dunia Modern. Jakarta: Momentum. 2001.
• Hart, Michael. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta: Dunia Pustaka      Jaya. 1982
https://reformedevangelicalyouth.wordpress.com/2014/04/15/seri-tokoh-reformasi-john-calvin-1509-1564/
http://gedemasihcadel.blogspot.com/2014/03/calvinisme-pemikiran-john-calvin.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar